Bahan Kimia Tambahan Buatan pada Makanan
Sama halnya seperti bahan kimia tambahan alami, bahan
kimia tambahan buatan dapat juga digolongkan menjadi pewarna,
pemanis, pengawet, dan penyedap bahan makanan
kemasan. Nah, apa saja yang termasuk bahan kimia buatan yang
tergolong sebagai pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap?
a. Bahan Pewarna Buatan
Agar makanan terlihat menarik, para produsen makanan
biasanya menambahkan bahan pewarna.
Bahan pewarna yang masih diperbolehkan untuk dipakai
yaitu amarant (pewarna merah), tartrazine (pewarna kuning),
erythrosine (pewarna merah), fast green FCF (pewarna hijau),
sunset yellow (pewarna kuning), dan brilliant blue (pewarna
biru).
Meskipun bahan pewarna tersebut diizinkan, anda harus
selalu berhati-hati dalam memilih makanan yang
menggunakan bahan pewarna buatan karena penggunaan
yang berlebihan tidak baik bagi kesehatanmu.
Penggunaan tartrazine yang berlebihan dapat menyebabkan
reaksi alergi, asma, dan hiperaktif pada anak. Penggunaan
erythrosine yang berlebihan dapat menyebabkan reaksi alergi
pada pernapasan, hiperaktif pada anak, tumor tiroid pada
tikus, dan efek kurang baik pada otak dan perilaku.
Penggunaan Fast Green FCF secara berlebihan dapat
menyebabkan reaksi alergi dan produksi tumor. Adapun
penggunaan sunset yellow yang berlebihan dapat menyebabkan
radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang,
muntah-muntah, dan gangguan pencernaan.
Selain itu, terdapat beberapa bahan tambahan makanan
yang dilarang penggunaannya untuk pangan meskipun saat
ini masih banyak digunakan. Misalnya, formalin, boraks,
rhodamin-B (pewarna merah), dan methanil yellow (pewarna
kuning). Pewarna ini tergolong pewarna sintetis. Khusus
untuk methanil yellow dan rhodamin-B hanya diperbolehkan
untuk pewarna barang hasil industri seperti plastik, tekstil,
kertas, keramik, ubin, dan sebagainya. Zat pewarna sintetis
ini bersifat racun jika digunakan dalam pewarna makanan
dan dapat memicu pertumbuhan zat karsinogenik yang
menyebabkan munculnya penyakit kanker.
Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati dalam memilih
makanan yang mempunyai warna sangat menarik karena
ada oknum pedagang yang masih menggunakan pewarna
tekstil untuk membuat makanan. Jadi jangan hanya tertarik
pada warnanya tetapi ingatlah dampak negatifnya.
b. Bahan Pemanis Buatan
Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan
buatan yang ditambahkan pada makanan atau minuman untuk
menciptakan rasa manis. Bahan pemanis buatan ini sama
sekali tidak mempunyai nilai gizi. Contoh pemanis buatan
antara lain sakarin, siklamat dan aspartam. Sakarin atau
"biang gula" memiliki tingkat kemanisan 350 – 500 kali gula
alami.
Pemanis buatan direkomendasikan untuk diet bagi
penderita diabetes atau penyakit gula, karena mereka
memerlukan diet rendah kalori. Pemanis ini tidak boleh
digunakan untuk orang yang sehat. Sakarin ditemukan pada
tahun 1879, mulai umum digunakan pada tahun 1950 dan
1960 yang dikombinasikan dengan siklamat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan sakarin dan siklamat
dapat mengakibatkan tumor kantung kemih pada binatang
percobaan.
Sebaliknya di Indonesia, banyak makanan dan minuman
yang ditambah sakarin dan siklamat karena harganya yang
jauh lebih murah dari harga gula. Namun penggunaan
sakarin sekarang diganti dengan aspartam yang memiliki
tingkat kemanisan 180 kali gula tebu. Aspartam ditemukan
pada tahun 1981. Aspartam banyak digunakan sebagai
pemanis dalam permen dan berbagai jenis makanan olahan.
Tahun 1998, FDA (Food and Drug Administrasion) menyetujui
penggunaan pemanis baru yaitu sukralose yang memiliki
tingkat kemanisan 600 kali gula, molekul pemanis ini tidak
diserap oleh tubuh. Makanan olahan yang biasa menggunakan
pemanis buatan antara lain sirop, es mambo, kue
atau roti.
c. Bahan Pengawet Buatan
hampir setiap hari perut kita tidak pernah absen
menerima pasokan makanan yang mengandung pengawet.
Sesuai SK Menkes RI No.722 tahun 1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan, yang dimaksud bahan pengawet
adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman, atau peruraian lain
terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Menurut FDA, keamanan suatu pengawet makanan harus
mempertimbangkan jumlah yang mungkin dikonsumsi
dalam produk makanan atau jumlah zat yang akan
terbentuk dalam makanan dari penggunaan pengawet, efek
akumulasi dari pengawet dalam makanan dan potensi
toksisitas yang dapat terjadi (termasuk menyebabkan
kanker) dari pengawet jika dicerna oleh manusia atau
hewan. Pengawet juga tidak boleh digunakan untuk
mengelabui konsumen dengan mengubah tampilan
makanan dari seharusnya, contohnya pengawet yang
mengandung sulfit dilarang digunakan pada daging karena
zat tersebut dapat menyebabkan warna merah pada daging
sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti apakah daging
tersebut merupakan daging segar atau bukan.
Pengawet sebenarnya dibutuhkan untuk mencegah aktivitas
mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang
terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, untuk menjaga
kualitas yang memadai sebagaimana yang diinginkan.
Namun kita harus tetap mempertimbangkan keamanannya.
Di masyarakat kita sekarang ini, penggunaan pengawet yang
tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah sedemikian luas
penggunaannya sehingga tidak lagi mengindahkan
dampaknya terhadap kesehatan konsumen.
Penambahan bahan pengawet dimaksudkan
untuk mempertahankan makanan terhadap serangan
bakteri, ragi dan jamur. Dengan pengawetan ini, makanan
bisa tahan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan sehingga
dapat menguntungkan produsen atau pedagang.
Alasan lain menggunakan bahan pengawet karena beberapa
zat pengawet berfungsi sebagai penambah daya tarik
makanan itu sendiri. Misalnya, penambahan kalium nitrit
agar olahan daging tampak berwarna merah segar. Tampilan
yang menarik biasanya membuat pembeli tertarik untuk
membelinya.
Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu:
1) GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya
bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun
sama sekali.
2) ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan
batas penggunaan hariannya (daily intake) guna
melindungi kesehatan konsumen.
3) Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau
berbahaya seperti boraks, formalin, dan rhodamin-B.
Formalin tidak boleh digunakan karena dapat
menyebabkan kanker paru-paru dan gangguan pada alat
pencernaan dan jantung. Adapun penggunaan boraks
sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan
gangguan pada otak, hati, dan kulit.
Beberapa bahan pengawet diperbolehkan untuk dipakai,
namun kurang aman jika digunakan secara berlebihan.
Bahan-bahan pengawet tersebut, antara lain sebagai berikut.
1) Kalsium Benzoat
Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan
bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora, dan
bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat
memengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang
diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol,
yaitu seperti aroma obat cair. Kalsium benzoat digunakan
untuk mengawetkan minuman ringan, minuman
anggur, saus sari buah, sirop, dan ikan asin. Bahan ini
bisa menyebabkan dampak negatif pada penderita asma
dan bagi orang yang peka terhadap aspirin
Kalsium benzoat bisa memicu terjadinya serangan asma.
2) Sulfur Dioksida (SO2)
Bahan pengawet ini juga banyak ditambahkan pada sari
buah, buah kering, kacang kering, sirop, dan acar.
Meskipun bermanfaat, penambahan bahan pengawet
tersebut berisiko menyebabkan perlukaan lambung,
mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker,
dan alergi.
3) Kalium Nitrit
Kalium nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya
tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu
yang singkat. Kalium nitrit sering digunakan pada daging
yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna
merah agar tampak selalu segar, semisal daging kornet.
Penggunaan yang berlebihan, bisa menyebabkan
keracunan. Selain memengaruhi kemampuan sel darah
membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, juga
menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, anemia,
radang ginjal, dan muntah-muntah.
4) Kalsium Propionat/Natrium Propionat
Keduanya termasuk dalam golongan asam propionat,
sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur
atau kapang. Bahan pengawet ini biasanya digunakan
untuk produk roti dan tepung. Penggunaan yang
berlebihan bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan
kesulitan tidur.
5) Natrium Metasulfat
Sama dengan kalsium dan natrium propionat, natrium
metasulfat juga sering digunakan pada produk roti dan
tepung. Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan
alergi pada kulit.
6) Asam Sorbat
Beberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju, salad,
buah, dan produk minuman kerap ditambahkan asam
sorbat. Meskipun aman dalam konsentrasi tinggi, asam
ini bisa membuat perlukaan di kulit.
Berdasarkan Permenkes No.722/88 terdapat 25 jenis
pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan.
Meskipun termasuk kategori aman, hendaknya bahan
pengawet tersebut harus digunakan dengan dosis di bawah
ambang batas yang telah ditentukan
Adapun bahan-bahan pengawet yang tidak aman dan
berbahaya bagi kesehatan, antara lain sebagai berikut.
1) Natamysin
Bahan ini biasa digunakan pada produk daging dan keju.
Bahan ini bisa menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu
makan, diare, dan perlukaan kulit.
2) Kalium Asetat
Makanan yang asam umumnya ditambahkan bahan
pengawet ini. Padahal bahan pengawet ini diduga bisa
menyebabkan rusaknya fungsi ginjal.
3) Butil Hidroksi Anisol (BHA)
Biasanya terdapat pada daging babi dan sosisnya, minyak
sayur, shortening, keripik kentang, pizza, dan teh instan.
Bahan pengawet jenis ini diduga bisa menyebabkan
penyakit hati dan memicu kanker.
d. Bahan Penyedap Buatan
Zat penyedap buatan dibedakan menjadi dua macam, yaitu
zat penyedap aroma dan zat penyedap rasa. Zat penyedap
aroma buatan terdiri dari senyawa golongan ester, antara lain
oktil asetat (aroma buah jeruk), iso amil asetat (aroma buah
pisang), dan iso amil valerat (aroma buah apel). Zat penyedap
rasa yang banyak digunakan adalah monosodium glutamate
(MSG) atau lebih populer dengan nama vetsin dengan
berbagai merek yang beredar di pasar.
Berdasarkan Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
Additives (JECFA) tahun 1987, MSG dimasukkan ke dalam
kategori Acceptable Daily Intake (ADI) not specified, artinya
MSG dapat digunakan secukupnya yang diatur sesuai
dengan cara produksi pangan yang baik. Jumlah bahan
tambahan makanan ini dikonversikan per kg berat badan
yang juga dikonsumsi setiap hari seumur hidup tidak akan
memberikan risiko bagi kesehatan. Meskipun demikian,
MSG tidak diperkenankan untuk dikonsumsikan kepada
bayi berumur kurang dari 12 minggu (3 bulan).
Bagi orang yang alergi atau tidak tahan MSG, maka makanan
yang dikonsumsi mengandung MSG dapat menyebabkan
penyakit "Restoran Cina" (Chinese Restaurant Syndrome).
Gejala penyakit ini adalah 20 – 30 menit setelah makan
makanan yang dibubuhi MSG yang berlebihan, maka akan
timbul rasa mual, haus, pegal-pegal pada tengkuk, sakit dada,
dan sesak napas. Akibat lainnya adalah penyakit kanker